First Love – Part 6 –

1 message received

“Jo, pokoknya weekend depan kita harus ketemu!”
Received from: Anton.

Pesan singkat yang kuterima, satu sore di hari rabu.  Setelah kejadian “17 tahun 3 bulan” tiga minggu yang lalu.

Kubalas dengan pesan singkat yang isinya mengiyakan dan menyampaikan bahwa akupun rindu untuk bertemu. Dan deal, ketemu di hotel yang sama tempat kita menginap dulu. Tempat kenangan, katanya. Ada-ada saja.

Dan disanalah kami bertemu, hari sabtu jam setengah satu. Dia datang lebih dulu dariku, sengaja memesan kamar yang sama dengan yang kami tempati waktu itu. Lagi-lagi dengan alasan “tempat itu memberi kenangan indah buatku”.

Halah.

Bahkan sorenya Anton juga membawaku ke warung kopi di tengah kota tempat dia pertama mengucapkan kata yang benar-benar mampu membuatku menganga (dan tersedak pastinya!). Pun ketika malam kami kembali ke bukit dimana kita duduk dalam diam, dan tetap dalam diam.

Malam, baru kita melampiaskan segala rindu yang kita rasa. Berpagut bibir dan lidah seolah baru pertama merasakan nikmatnya sebuah ciuman penuh cinta (dan toh nyatanya memang baru pertama, setidaknya mungkin bagiku). Mendesah sepuasnya ketika lidah sudah menjalar ke tempat-tempat yang tak terduga, yang bahkan nikmatnya tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saling menggagahi satu sama lain dengan rasa yang , oh my… itu pertama kalinya! Dan akhirnya kami sama-sama terkapar lemas keesokan hari, jam lima!

——-*——–

Pacaran kami memang biasa-biasa saja. Jauh dari kesan romantis atau apalah yang mungkin sewajarnya orang pacaran. Selain karena memang toh kita tak sekota dan otomatis terhalang jarak, kita juga memang cenderung orang yang bisa dibilang cuek (mungkin setidaknya saat itu).

Tapi justru itu nikmatnya. Kami mencinta satu sama lain sebagai lelaki mencintai lelaki. Bukan lelaki yang mencintai lelaki dan memposisikannya sebagai wanita atau apalah itu. Kami tak mengenal posisi. Asal nyaman, hajar!

Komunikasi pun sewajarnya. Tidak ada semacam “ayank jangan lupa makan ya. Nanti sakit. Kalo kamu sakit aku khawatir. Aku khan sayang banget sama kamu”.

OK fine!

Intensitas bertemu?? Sesempatnya juga. Kadang 3 minggu sekali, kadang 2 minggu sekali, dan pernah sama-sama tak tahu diri, belum ada 3 hari sudah sama-sama minta nambah lagi.

Gairah anak muda! Sinting adanya!

Sepertinya hubungan kami hanya berdasar sex?? Tidak juga. Karena bagi kami, nyaman dan saling merasa itu lebih penting dari segalanya. Soal sex dan kenikmatan yang menyertainya, kami anggap bonus belaka. Setali tiga uang, khan?!

——-*——–

Kurang lebih 3 bulan, kami jalan dengan status pacaran.

——-*——–

Dan semua hal manis antara kami, kemudian rusuh karena sebuah telpon suatu hari…

“Halo…”, aku santai mengangkat telpon, nomor baru.

“Ohhh… Ternyata kamu, si jalang itu?!”, Sebuah suara yang menyerukan kalimat busuk, bahkan tanpa sempat mengucap sebuah salam. Akupun tak tahu itu siapa dan apa urusannya denganku.

Klik.

Gagu, aku menutup telepon itu. Rasanya seperti ditampar orang yang tidak pernah kau kenal, di tengah keramaian pasar. Dan telpon dari nomor asing yang tak tahu dari mana juntrungnya tau-tau memaki, maaf saja, aku tak sedrama itu untuk kemudian beradu mulut lewat telpon genggam.

——-*——–

“Barusan aku menerima telpon dari nomor baru. Dia tanpa babibu langsung memaki. Dibilang aku jalang. Langsung kututup. Gak penting. Tau nomor 0816428xxx?”
Sent to: Anton.

“Ah, orang salah sambung mungkin. Bagus deh kamu tutup langsung. Daripada Cuma ngotori telingamu. Aku gak kenal nomor itu”.
Received from: Anton

“OK-lah. Aku mau berenang dulu sama temen-temenku. See you”.
Sent to: Anton

“Ati2”.
Received from: Anton.

——-*——–

Aku berenang santai dengan teman-temanku. Kegiatan rutin kami di tengah minggu. Sedikit mendinginkan otak dari kegiatan selama seminggu. Weekend kami memang tak pernah punya waktu untuk berkumpul seperti itu. Bahkan setelahnya kami selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul sekedar ngopi santai di kedai langganan kami, kafe SembilanSatu.

Otak yang sudah dingin dengan segala kegiatan asyik sore itu, kembali mendidih ketika aku kembali ke kost, dan membuka tasku.

Kulihat di layar hapeku yang masih monochrome itu, bertengger tulisan

“6 messages received”

Ku buka.

6 pesan dengan nomor pengirim yang sama.

Nomor pengirim yang tadi menelponku dan menyebutku jalang.

Dan mataku nanar membacanya. Emosi memuncak…

 

*bersambung

One thought on “First Love – Part 6 –

Wanna say something??? Don't be hesitated, please :)